} @media screen and (max-width: 860px) { .outer-wrapper { width: 100% ; } body {font-size: 1em;line-height: 1.44; } } @media screen and (max-width: 860px) { .outer-wrapper { width: 100% ; } header-wrapper {width:100%;padding:0;margin:0 } body {font-size: 1em;line-height: 1.44; } } --> Quote:

Rabu, 25 Maret 2015

Empat Prinsip Pokok Pembelajaran Abad ke-21



4 Prinsip Pokok Pembelajaran Abad ke-21
Jika Anda sempat menelaah isi buku PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD XXI yang diterbitkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) atau membaca isi Pemendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, Anda akan menemukan sejumlah prinsip pembelajaran sebagai acuan dasar berpikir dan bertindak guru dalam mengembangkan proses pembelajaran.



BNSP merumuskan 16 prinsip pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan abad ke-21. Sedangkan Pemendikbud No. 65 tahun 2013 mengemukakan 14 prinsip pembelajaran, terkait dengan implementasi Kurikulum 2013. Sementara itu, Jennifer Nichols menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip, yaitu:  (1) instruction should be student-centered; (2) education should be collaborative;  (3) learning should have context; dan (4) schools should be integrated with society.

Keempat prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 yang digagas Jennifer Nichols tersebut dapat dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut ini:

1.  Instruction should be student-centered

Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.

Pembelajaran berpusat pada siswa bukan berarti guru menyerahkan kontrol belajar kepada siswa sepenuhnya. Intervensi guru masih tetap diperlukan. Guru berperan sebagai fasilitator yang berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki siswa dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Memberi kesempatan siswa untuk belajar sesuai dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas proses belajar yang dilakukannya.  Selain itu, guru juga berperan sebagai pembimbing, yang berupaya membantu siswa ketika menemukan kesulitan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya.

2. Education should be collaborative

Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.

Begitu juga, sekolah (termasuk di dalamnya guru) seyogyanya dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan (guru) lainnya di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan penglaman tentang praktik dan metode pembelajaran yang telah dikembangkannya. Kemudian, mereka bersedia melakukan perubahan metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.

3. Learning should have context

Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata (real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata.

4. Schools should be integrated with society

Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.
Dengan kekuatan teknologi dan internet, siswa saat ini bisa berbuat lebih banyak lagi. Ruang gerak sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat menjangkau lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu siswa menjadi warga digital yang bertanggung jawab.

Sumber:
Dikembangkan dari: Jennifer Nichols (2013). 4  Essential of 21st Century Learning
Refleksi:
Untuk menterjemahkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas ke dalam praktik tentu bukan hal yang mudah. Tetapi itulah tantangan nyata dunia pendidikan kita saat ini, yang suka atau tidak suka kita harus sanggup menghadapinya. Kita tidak menginginkan putera-puteri kita kelak menjadi orang-orang yang tidak berdaya, habis tergilas oleh jamannya.
Bagaimana menurut Anda?

Dicopas dari : ......................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar